Laman

Rabu, 13 Juli 2011

Pendaftaran Hak Atas Tanah

Pendaftaran hak atas tanah dilakukan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas sebidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar. Pendaftaran tanah dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat. Meskipun pendaftaran hak atas tanah merupakan upaya untuk perlindungan hukum terhadap masyarakat akan tetapi tidak semua tanah-tanah di Indonesia terdaftar dengan baik, hal ini disebabkan karena masyarakat sendiri kurang memahami pentingnya pendaftaran hak atas tanah-tanah yang mereka miliki dan kuasai. Masyarakat kurang memahami pentingnya legalitas surat-surat pertanahan, selain itu biaya dan proses yang berbelit-belit menyebabkan masyarakat malas untuk melakukan pendaftaran hak atas tanah miliknya. Dalam hal ini pemerintah selalu berupaya untuk memfasilitasi masyarakat diantaranya dengan banyaknya program-program pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan kesadaran hokum masyarakat terutama yang menyangkut masalah pertanahan diantaranya dengan pembuatan sertipikat masal melalui Program Nasional (Prona), Ajudikasi, atau yang sekarang lagi populer Larasita. Semua itu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dalam bidang pertanahan dan dalam upaya untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960.

Sejarah
Pendaftaran tanah telah dimulai sejak zaman Pemerintahan Hindia Belanda dengan dibentuknya Kantor Kadaster (pendaftaran) yang melakukan pendaftaran tanah. Pada waktu itu, pendaftaran hanyalah mengacu untuk hak-hak atas tanah yang tunduk pada pada Kitab UU Hukum Perdata Barat (BW). Untuk golongan bumiputera tidak ada pendaftaran yang bersifat resmi, hanya mengenal pendaftaran tanah pajak seperti kikitir, Leter C dan lain-lain.

Setelah UUPA
UUPA mengatur tentang pendaftaran tanah yang kemudian diatur lebih lanjut dalam PP nomor 10 tahun 1961 jo PP nomor 24 tahun 1997 yang menyatakan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan dan bahwa system publikasinya adalah sistem negatif, tetapi yang mengandung unsur positif karena menghasilkan surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat (pasal 19 ayat 2 c, Pasal 23 ayat 2, Pasal 32 ayat 2, Pasal 38 ayat 2).

Pendaftaran tanah dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. secara individual, yaitu pemohon dapat melakukan permohonan pendaftaran tanah langsung kepada Badan Pertanahan setempat dan dapat dilakukan oleh sendiri atau melalui kuasanya dengan biaya sendiri. Untuk pendaftaran yang dilakukan sendiri secara individual masyarakat dapat mengajukan permohonan pengakuan hak kapan saja, tak memiliki batas waktu tertentu.
2. secara massal yaitu pendaftaran tanah yang dilakukan bersama-sama oleh kelompok masyarakat tertentu yang diajukan melalui Desa/Kelurahan dan biasanya mendapat subsidi biaya dari pemerintah. Pendaftaran semacam ini terkenal dengan program Prona, Ajudikasi atau Larasita. Biasanya ada waktu-waktu tertentu dalam penyelenggaraan program tersebut.

Pendaftaran tanah meliputi:
1. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah
2. Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak
3. Pemberian surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yuukk di komen-komen yaa...